Menu
mediakoran.com

Kritik terhadap Kinerja DPR RI: Dinamika Kekuasaan dan Pengawasan

  • Share

MeKo|| Bogor

Kinerja DPR RI yang dinilai tidak lagi mewakili rakyat, melainkan lebih sebagai wakil partai, telah memicu kemarahan dan kekecewaan di kalangan masyarakat. Ini bukanlah sekadar kegagalan menjalankan fungsi sebagai penyusun anggaran, pengawas, dan pembuat undang-undang, tetapi lebih sebagai kegagalan dalam menjalankan amanah rakyat.

DPR RI yang seharusnya menjadi lembaga penyeimbang dan pengawas eksekutif, kini telah menjadi tidak efektif dalam menjalankan peranannya. Mereka lebih peduli dengan kepentingan partai dan penguasa daripada kebutuhan rakyat. Contohnya, ketika DPR RI tidak mempersoalkan kenaikan pajak, tetapi justru merayakan kenaikan gaji mereka sendiri. Ini adalah contoh nyata dari ketidakseimbangan kekuasaan.

Seperti yang dikatakan dalam pribahasa Jawa, “Sing duwe kuwasa ora tansah bener, sing ora duwe kuwasa ora tansah luput.” Artinya, “Yang berkuasa tidak selalu benar, yang tidak berkuasa tidak selalu salah.” Ini mengingatkan kita bahwa kekuasaan harus digunakan dengan bijak dan adil.

Kondisi ini semakin parah ketika tidak ada garis jelas antara peran legislatif dan eksekutif, terutama ketika ketua umum partai juga menjabat sebagai menteri. Ini membuat rakyat bertanya-tanya bagaimana mungkin legislatif dapat berperan sebagai pengawas dan penyeimbang eksekutif jika ketua umum partai mereka juga menjabat sebagai menteri.

Dalam konteks ini, perlu kiranya pemerintah membuat kebijakan tolak rangkap jabatan untuk mencegah konflik kepentingan dan memastikan independensi serta efektivitas pengawasan. Beberapa undang-undang dan peraturan yang relevan dalam hal ini adalah Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara (UU No. 5 Tahun 2014) dan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah (UU No. 23 Tahun 2014).

Seperti yang dikatakan dalam pepatah Tiongkok, “” (Shuǐ néng zài zhōu, yě néng fù zhōu). Artinya, “Air dapat membawa perahu, tetapi juga dapat menenggelamkan perahu.” Ini mengingatkan kita bahwa kekuasaan dapat digunakan untuk kebaikan atau keburukan, tergantung pada bagaimana kita menggunakannya.

Pemerintah perlu menggunakan kesempatan yang mereka miliki untuk kemajuan bangsa, bukan hanya untuk kepentingan pribadi atau partai. Rakyat berharap bahwa pemerintah dapat menjadi pemimpin yang benar-benar peduli dengan kebutuhan mereka, bukan hanya menjadi simbol kekuasaan.

Seperti yang dikatakan dalam pribahasa Minahasa, “Torang samua manusia, torang samua basudara.” Artinya, “Kita semua manusia, kita semua bersaudara.” Ini mengingatkan kita bahwa kita harus saling menghormati dan memprioritaskan kepentingan bersama, bukan hanya kepentingan pribadi atau kelompok.

Dengan demikian, pemerintah dapat membuktikan bahwa mereka benar-benar peduli dengan kebutuhan rakyat dan bukan hanya mempertahankan kekuasaan dan kepentingan mereka sendiri. Saatnya bagi pemerintah untuk mendengar suara rakyat dan memberikan empati kepada mereka yang membutuhkan.

Mari kita berharap bahwa rakyat dapat menjadi lebih bijak dan kritis dalam memilih wakil-wakil mereka di pemilu mendatang, sehingga mereka dapat memilih pemimpin yang benar-benar peduli dengan kebutuhan rakyat, bukan hanya kepentingan pribadi atau partai. Dengan demikian, kita dapat menciptakan pemerintahan yang lebih baik dan lebih adil bagi semua rakyat.

Oleh Kefas Hervin Devananda alias Romo Kefas

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *