MeKo||Yogyakarta
Di tengah tantangan krisis iklim dan bencana alam yang semakin mendesak, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) mengambil langkah proaktif dengan menggelar Konsultasi Nasional (Konas) Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dan Mitigasi Adaptasi Perubahan Iklim (MAPI) di Yogyakarta, 15–17 Oktober 2025. Acara ini bukan sekadar pertemuan, melainkan sebuah deklarasi bahwa gereja tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga garda depan dalam menghadapi isu-isu kemanusiaan dan lingkungan.
Dengan tema “Meneguhkan Kemandirian Oikumenis untuk Keadilan Iklim dan Pengurangan Risiko Bencana,” Konas ini menghimpun 200 peserta dari berbagai latar belakang, termasuk sinode gereja, lembaga kemanusiaan, universitas, serta mitra ekumenis nasional dan internasional. Kolaborasi erat antara PGI dengan UKDW, JAKOMKRIS, CBN-OBI, dan berbagai lembaga strategis lainnya menunjukkan komitmen bersama untuk menciptakan solusi yang berkelanjutan.
Pdt. Sureshj Tumaloweng, Kepala Biro PRB PGI, menegaskan bahwa “Kemandirian oikumenis bukan berarti berjalan sendiri, tetapi membangun daya dan solidaritas dari dalam tubuh Kristus yang majemuk, agar gereja di Indonesia benar-benar menjadi berkat bagi bumi dan seluruh ciptaan.” Pernyataan ini menggarisbawahi pentingnya persatuan dan gotong royong dalam menghadapi tantangan global.
Acara pembukaan yang berlangsung pada 15 Oktober 2025, diawali dengan ibadah khidmat di GKJ Gondokusuman, diikuti dengan peluncuran buku “Tanah Air itu Bhinneka: Refleksi dan Asa Generasi muda Indonesia.” Pdt. Jimmy Sormin, penyunting buku, dan Pdm. Rosiana Purnomo dari Biro Pemuda Remaja PGI, berbagi pandangan mengenai pentingnya peran generasi muda dalam menjaga keberagaman dan keutuhan bangsa.
Pada hari kedua, serangkaian talkshow dan diskusi paralel membahas berbagai topik strategis, mulai dari rancang bangun teologi diakonia ekumenis hingga model advokasi keadilan iklim yang inklusif dan berkeadilan gender. Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) menjadi pusat kegiatan, menunjukkan sinergi antara dunia akademis dan gereja dalam mencari solusi inovatif.
Salah satu sesi yang menarik adalah diskusi paralel mengenai “Krisis Dana Kemanusiaan dan Panggilan Gereja,” yang diprakarsai oleh OBI dan WVI. Amanda Rifai dari CBN-OBI menyoroti pentingnya pelayanan kemanusiaan dalam penanganan bantuan bencana alam dan kebutuhan dasar. Yayasan Sagu Salempeng (GPM) dan Bpk. Melky Siletty dari TaGana Indonesia Unsur Rajawali juga memberikan perspektif berharga mengenai tantangan dan peluang dalam aksi kemanusiaan.
Hari ketiga Konas akan diisi dengan talkshow yang membahas pembangunan ketangguhan gereja, kolaborasi iman untuk ketangguhan iklim dan bencana, serta lokakarya mengenai strategi dan arah baru untuk gereja yang tangguh dan adil. Acara ini akan diakhiri dengan Communique Konas, refleksi, proyeksi, dan penutupan seluruh rangkaian acara.
PGI berharap bahwa hasil dari Konsultasi Nasional ini tidak hanya menjadi dokumen, tetapi juga komitmen bersama untuk memperkuat peran gereja dalam advokasi kebijakan publik, membangun jejaring solidaritas lintas sinode, serta menumbuhkan budaya siaga bencana di tingkat jemaat. Dengan demikian, gereja dapat menjadi agen perubahan yang efektif dalam menghadapi krisis iklim dan bencana alam.
Jurnalis: S_HaNu
Editor: Romo Kefas