Menu
mediakoran.com

PSEL TPA Rawa Kucing Rawan Gugatan, P3S Ingatkan Pemkot Tangerang

  • Share

MeKo|| TANGERANG

Proyek Strategis Nasional (PSN) Pembangunan dan Pengoperasian Fasilitas Pengolahan Sampah Terpadu Ramah Lingkungan (PSEL) di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Rawa Kucing, Kota Tangerang, kembali menuai sorotan.

Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie menilai lambannya proses adendum proyek berpotensi menimbulkan masalah hukum.

Pasalnya, hingga September 2025, Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang belum juga menandatangani dokumen adendum yang dianggap krusial.

“Pertanyaannya sederhana, ada apa di balik jeda ini? Bukankah proyek ini sudah masuk PSN. Bahkan Presiden Prabowo akan segera mengeluarkan Perpresnya,” ujar Jerry, Selasa (9/9/2025).

Menurutnya, proyek yang awalnya dipromosikan sebagai solusi krisis sampah justru berubah menjadi drama penuh tanda tanya.

“Lelang awalnya mulus, tapi kenapa tiba-tiba tersendat? Kalau persoalan hanya administrasi, itu hal sepele,” tegas Jerry.

Tender Menang, Proyek Tertahan:

Data menunjukkan, dokumen Request for Proposal (RFP) dibuka pada Juli 2019.

Konsorsium Oligo Partner kemudian ditetapkan sebagai pemenang tender pada 31 Maret 2020.

“Kalau proyek ini jalan, publik dan Pemkot jelas diuntungkan. Sampah bisa diolah jadi listrik, Rawa Kucing lebih terurus,” kata Jerry.

Namun, implementasi proyek justru terhambat. PKS pertama diteken pada 9 Maret 2022, disusul Addendum I pada 9 Oktober 2023 dan Addendum II pada 12 Februari 2024. Alih-alih memperjelas, tiap adendum justru menimbulkan polemik baru.

BLPS Berubah, Publik Bertanya:

Dalam dokumen lelang, Pemkot menetapkan Biaya Layanan Pengolahan Sampah (BLPS) Rp95 ribu/ton untuk Tahap I dan Rp320 ribu/ton untuk Tahap II. Oligo bahkan mengajukan lebih rendah: Rp85 ribu/ton dan Rp315 ribu/ton.

Namun saat PKS diteken, BLPS Tahap I justru dihapus (Rp0/ton), sementara Tahap II ditetapkan Rp310 ribu/ton.

“Wajar kalau publik bertanya, untuk apa ada dokumen lelang kalau akhirnya bisa diubah seenaknya? Siapa yang bermain di balik perubahan ini?” ucap Jerry.

Janji Energi Terbarukan Terkendala:

Awalnya, Oligo menjanjikan pembangunan PLT Biogas 9,1 MW dan PLT RDF 23 MW dengan harga listrik 13,35 cent sesuai Perpres 35/2018, serta masa operasi 25 tahun. Namun pada 7 Juni 2023, PLN menolak studi kelayakan karena PLT Biogas dianggap tidak sesuai regulasi.

Konsorsium lalu menghapus rencana PLT Biogas, menaikkan kapasitas listrik menjadi 40 MW, sekaligus menurunkan harga jual ke 11,5 cent.

Skema ini memunculkan kritik: dokumen disusun belakangan, sementara proyek didorong berjalan lebih dulu.

Tanggung Jawab yang Dialihkan:

P3S juga menyoroti pola pengalihan beban tanggung jawab. Sejak awal, Pemkot memikul kewajiban BLPS hingga infrastruktur.

Namun perlahan, beban itu dialihkan ke pihak konsorsium. Saat konsorsium kewalahan, mereka kemudian menoleh ke pemerintah pusat untuk meminta dukungan tambahan.

“Publik makin bingung, proyek ini sebenarnya untuk siapa? Untuk warga Tangerang atau untuk segelintir pihak yang berkepentingan?” kritik Jerry.

Inkonsistensi dan Risiko Gugatan:

Rangkaian perubahan—mulai BLPS yang dihapus, janji PLT Biogas yang raib, hingga inkonsistensi dokumen lelang, PKS, dan addendum—membuat publik kian meragukan arah proyek ini.

“Cari solusi sekarang, jangan sampai muncul gugatan. PSN ini seharusnya demi kepentingan masyarakat dan negara, bukan untuk segelintir pemain,” tegas Jerry.

Hingga kini, masyarakat masih menunggu kepastian. Apakah PSEL TPA Rawa Kucing benar-benar akan menjadi jawaban atas krisis sampah Kota Tangerang, atau justru berubah menjadi kasus baru yang menambah daftar panjang proyek bermasalah.

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *