Menu
mediakoran.com

AI Generatif & Zero-Click Search: Ancaman Diam-Diam bagi Media Digital

  • Share

MeKo|| Jakarta 

Munculnya kecerdasan buatan generatif (Generative AI) dan fenomena zero-click search diam-diam mulai mengguncang ekosistem media online. Teknologi yang awalnya dirayakan karena mampu menyajikan informasi secara instan, kini justru menimbulkan tantangan serius bagi keberlangsungan bisnis media digital.

Artikel laporan ini mengacu pada berbagai sumber referensi global seperti:

Search Engine Land
Forbes, Bain & Company, dan LiveWorld
Reuters Institute, Digiday, dan Fox Business
Neuron Expert dan AI Hub Indonesia
Studi internal seperti dari Ahrefs dan Amsive.

Dulu, ketika seseorang mengetik pertanyaan di Google, mereka akan disajikan daftar tautan yang mengarahkan ke situs-situs berita atau sumber informasi lain. Tapi kini, dengan bantuan AI seperti Google AI Overviews atau ChatGPT, jawaban sudah tersedia langsung di halaman pencarian. Pengguna pun tak perlu lagi mengklik apapun. Inilah yang disebut sebagai “zero-click search”.

“Yang jadi masalah, trafik ke situs berita jadi anjlok drastis. Karena pembaca sudah mendapatkan ringkasan informasi tanpa perlu mengunjungi sumber aslinya,” ungkap laporan tersebut.

CTR Anjlok, Pendapatan Iklan Ikut Tergerus

Dampaknya sangat terasa bagi media. Penurunan click-through rate (CTR) pada halaman pertama Google mencapai 34% lebih ketika AI Overviews muncul. Bahkan dalam beberapa kasus, CTR bisa turun hingga 70%. Tak hanya trafik organik yang terpukul, iklan berbayar pun mengalami nasib serupa CTR-nya turun dari 21% ke 10%.

Tentu saja, ini mengancam model bisnis media digital yang selama ini bertumpu pada iklan dan langganan. Ketika jumlah pengunjung berkurang, pendapatan iklan pun otomatis ikut terjun bebas.

Bukan Cuma Soal Uang, Tapi Juga Kredibilitas

Lebih dari sekadar kehilangan klik, media kini juga kehilangan kredibilitas di mata pembaca. Pasalnya, AI menjadi “penjawab utama” dan publik cenderung membangun kepercayaan langsung pada platform AI ketimbang pada media asal konten.

Yang lebih pelik, banyak dari ringkasan jawaban AI itu bersumber dari konten media yang dilatih tanpa izin. Ini menimbulkan gugatan hukum dari media besar seperti The New York Times dan Disney terhadap raksasa teknologi seperti OpenAI dan Microsoft.

Strategi Bertahan di Era AI: Fokus pada Orisinalitas dan Langganan Premium

Di tengah tantangan ini, media digital dituntut untuk lebih kreatif. Konten generik dan informasional yang mudah diringkas oleh AI sudah tidak relevan. Media perlu memproduksi konten eksklusif seperti investigasi mendalam, opini unik, hingga wawancara personal yang sulit disintesis oleh AI.

“Ini saatnya media kembali ke jurnalisme bermutu bukan sekadar mengejar trafik, tapi memberi nilai lebih,” tulis laporan tersebut.

Selain itu, pendekatan bisnis juga harus berubah. Hubungan langsung dengan audiens melalui langganan premium, newsletter eksklusif, hingga komunitas pembaca bisa menjadi alternatif yang menjanjikan. Media juga didorong untuk mulai menggunakan AI untuk efisiensi operasional internal, seperti personalisasi konten dan layanan pelanggan.

Kerja Sama atau Ketergantungan Baru?

Beberapa perusahaan media bahkan sudah mulai menjalin kerja sama lisensi konten dengan perusahaan AI, seperti OpenAI dan Perplexity. Meski memberikan pemasukan tambahan, kerja sama ini juga berisiko menciptakan ketergantungan baru media menjadi sekadar “pemasok bahan bakar” untuk mesin AI.

Di ujungnya, masa depan media digital akan ditentukan oleh sejauh mana mereka mampu beradaptasi, berinovasi, dan tetap mempertahankan nilai khas yang tidak bisa digantikan oleh teknologi.

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *