MeKo|| Bayuwangi
Untuk pertama kalinya, sanggar SlarasBudaya ambil bagian dalam Festival Gandrung Sewu 2025 yang digelar di Boom Marina Beach, Banyuwangi, pada 23-25 Oktober 2025. Festival tahun ini mengusung tema “Selendang Sang Gandrung” dengan tagline “The Regeneration of Gandrung Dancer, with the Shawl as a Symbol of Heritage that Lives On from Generation to Generation.”
Yang menarik, penampilan SlarasBudaya mencatat sejarah tersendiri. “Untuk pertama kali sejak festival digelar, diikuti rata-rata penari berusia di atas 50 tahun,” ujar Narno, pelatih SlarasBudaya, dengan bangga.
Festival ini berlangsung selama tiga hari. Pada 23 Oktober digelar pertunjukan musik pembuka, disusul Meras Gandrung pada 24 Oktober, dan puncak acara Gandrung Sewu pada 25 Oktober 2025 yang menampilkan ribuan penari gandrung dari berbagai daerah di Banyuwangi.
Keikutsertaan para penari senior dari SlarasBudaya menjadi simbol bahwa semangat dan kecintaan terhadap kesenian tradisional tak mengenal usia. Mereka tampil dengan penuh penghayatan, membawa pesan pelestarian budaya dan regenerasi seni tari gandrung.
Ketua Sanggar SlarasBudaya, Pritha Nandini, mengatakan bahwa keikutsertaan para penari senior bukan sekadar penampilan, melainkan wujud penghormatan terhadap leluhur dan warisan budaya yang harus terus dijaga.
“Kami ingin menunjukkan bahwa Gandrung bukan hanya milik generasi muda, tetapi juga menjadi bagian dari perjalanan batin dan kebanggaan hidup bagi generasi yang lebih matang. Selendang yang kami kenakan bukan sekadar properti, melainkan simbol ikatan budaya yang hidup dari generasi ke generasi,” ujar Pritha, Sabtu (18/10).
Festival Gandrung tahun ini juga menjadi momentum untuk merayakan warisan budaya Banyuwangi yang diakui sebagai kekayaan tak benda Indonesia, sekaligus memperkuat identitas daerah sebagai kota festival budaya yang mendunia.
